Archive for 2014
Obrolan berasap dan wangi sedu hitam
Perbincangan lebih lama dalam diam
Kau menghisap lalu meneguk
Katamu biar tak mengantuk
Tapi aku jelas melihat mata merahmu
Masalah kita tak sekedar menghisap dan meneguk
Katamu ekspresi ku termakan emosi
Bak kertas berserakan di lantai yang siap disapu
Lagi-lagi kau berdusta hey kau menguap
Katamu ini efek cuaca dingin malam ini
Kau melantur bilang "enak ya yang udah kerja"
Aku diam. Mana yang dibilang enak
Kau bilang itu tapi kau begitu menikmati statusmu sekarang
Kau hanya menghiburku mungkin
Tapi itu lebih menyakitkan
Obrolan kita masih dengan rokok dan kopi mu
Hingga aku pengap dan aku pergi membawa rahasia yang tak akan pernah terungkap tentang kamu.
3 feb 2014 22:06
Posted by Okta Saputra in Puisi
Posted by Okta Saputra in Puisi
Posted by Okta Saputra in Puisi
Posted by Okta Saputra in Esai
Posted by Okta Saputra in Pengalaman
Posted by Okta Saputra in Pengalaman
Aku boleh cerita tentang hujan lagi ? Entahlah aku ingin cerita lagi. Mungkin karena sore ini sedang hujan. Hujan di awal Januari. Disetiap hujan selalu ada memori yang memaksa untuk diingat tentang apapun itu. Seolah hujan menjadi objek pengingat sesuatu yang harusnya dilupakan atau memang yang terlupakan. Rintiknya tak pernah mencemaskan hati. Dinginnya tak pernah munusuk-nusuk hati. Bahkan sekalipun rintik dan dinginnya itu memaksakan tubuh ini untuk berlindung dalam kehangatan.
Momen hujan disore hari paling nikmat sambil menyedu teh hangat. Menikmati tiap tegukan dengan irama rintikan hujan. Melamun tapi bukan galau. Mencoba menyelami kedalaman hati. Mungkin lebih tepatnya intropeksi diri dengan kenangan-kenangan yang muncul tanpa mampu dicegah. Mengingat tentang mu kembali. Tentang kita, tentang semua yang pernah kita lakukan. Aku memang belum benar-benar bisa melupakanmu.
Posted by Okta Saputra in Esai
Ketahuilah aku disini tidak pernah berani untuk beranjak pergi. Bukan masalah kenyamanan yang aku dapatkan. Aku gelisah sepanjang hari. Aku gelisah menunggu mu pulang. Aku gelisah membuka pintu kehidupan. Aku bahkan cenderung takut di gelap malam ruangan hati ini. Tapi anehnya aku malas sekali beranjak dari kepengapan ini. Aku masih mencoba mencari makna keanehan ini. Berhari-hari aku selalu menunggu kau pulang ketika kau sudah disampingku aku tak punya alasan untuk memulai percakapan. Aku selalu mendahuluimu untuk mengakhiri sebuah pertemuan kecil.
Di dalam ketidakpastian ini aku mencoba menikmatinya. Aku mengikutimu berlari kemanapun kau pergi meskipun diakhir tujuanmu kau tak pernah benar-benar menganggapku ada. Kau sudah bahagia dengan duniamu sendiri sehingga aku hanya dapat melihatmu tersenyum bahagia bukan karena aku. Aku sudah cukup bahagia tetap berada di setiap keluh mu. Meskipun kau memang tak pernah menghiraukan nasehatku. Aku ibarat angin lalu yang selalu berharap bisa menyejukkanmu.
Posted by Okta Saputra in Esai
Masih ingatkah kau ?
Ketika angin sore menerpa wajah kita, ya kita berdua
Hujan sore baru saja turun
Membasuh rutin beberapa hari ini
Mungkin juga menyembuhkan bilur hatimu
Sudah patutnya kau tersenyum
Menggali kebahagiaan
Mungkin yang bisa kita ciptakan
Senja ini mengalihkan obrolan kita
Kau coba merayu kekuninan itu
Yang harusnya menjelma dalam keharuan angin
Aku masih disini disampingmu
Masih menunggu mu menikmati senja
Senja setelah rintik
Posted by Okta Saputra in Puisi
Sebenarnya yang membuat repot itu dirimu sendiri. Hidup itu ya itu itu aja. Ada masalah dan butuh penyelesaian. Indahnya hidup itu jika kita bisa menikmati proses penyelesaian masalah. Tak perlu hal yang rumit dalam melakukannya. Cukuplah kita usaha dengan sekuat tenaga. Harus sekuat tenaga jangan setengah-setengah apalagi menyepelekan. Masalah itu harus diselesaikan bukan hanya diratapi, Pastilah kau akan lebih dewasa dalam memandang hidup jika sudah melewati banyak masalah dan kau dapat menyelesaikannya. Jika memang kita sudah tidak sanggup ada Allah. Ingat lah bukannya Dia pun bersabda: Tidak Ku bebankan ujian kepada manusia melebihi kemampuanya. Hanya perlu usaha dan berserah kepadaNya. Sederhana kan ?
Posted by Okta Saputra in Esai
Kau adalah gambaran dari kesederhanaan
Tak begitu kokoh pun tak begitu rapuh
Kadang ayah membenarkan genteng yang bocor
Ibu lebih sering menyapu lantai
Kakak tak jarang memberimu cat warna pada dinding
Aku salah satu penghunimu
Yang cuma bisa menjadi sekedar penghuni
Lebih tepatnya menjadi pengagummu
Aku merasakan damai di dalammu
Meskipun tak jarang air mataku jatuh di lantaimu
Tapi lebih sering derai tawa menghiasi setiap ruanganmu
Sudah berapa lama aku pergi
Masih kah kau seperti dulu
Menghangatkan di kala dingin
Menyejukan di kala panas
Aku sudah terlalu nyaman di sini ditempatku sekarang
Tapi bukan berarti aku tak nyaman dipelukmu
Terkadang dalam kenyamananku
aku masih berfikir adakah tempat pulang yang lebih nyaman ?
Itu kamu, aku masih setia.
Posted by Okta Saputra in Puisi
20 tahun lebih 2 bulan lebih 2 hari
Posted by Okta Saputra in Puisi
Sering pergantian tahun disambut dengan rintik hujan. Sudah tiga kali pergantian tahun akhir-akhir ini sembari hujan menemani. Hujan. Kenapa harus turun di malam pergantian tahun ? Banyak orang yang memakimu. Tak suka dengan kehadiranmu disaat banyak orang sudah merencanakan acara di malam pergantian tahun. Aku termasuk orang yang membencimu. Kau begitu egois. Kau tak memberikan kesempatan padaku untuk benar-benar menikmati malam pergantian tahun. Sudah tiga kali ini kau mengecewakan malam pergantian tahun. Didalam kemarahanku kepada mu, hujan. Akhirnya aku diam juga. Merenungi apa yang benar-benar terjadi dengan kau dan malam tahun baru. Hingga akhirnya aku menemukan makna dibalikmu. Kau diturunkan oleh Sang Penurun Hujan pasti memiliki maksud. Hingga aku menggali maksud itu semakin dalam. Dan aku menemukannya bahwa malam tahun baru tidak harus dirayakan dengan kemeriahan fisik semata. Yang terpenting adalah merenungkan atau intropeksi diri. Sudahkah kita melakukan hal-hal kebaikan selama satu tahun terakhir ? nah itu poin yang aku dapatkan. Bukankah merenung sambil ditemani hujan itu adalah sebuah kenikmatan ? Aku menganggapmu , hujan, sebagai nikmat yang diturunkan oleh Sang Penurun Hujan.
Posted by Okta Saputra in Esai
Popular posts
-
MRF Mengabdi adalah salah satu program kerja Divisi Kelompok Studi MRF.Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 18-19 Maret 2013. Dimana ke...
-
Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah. Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza. Tapi, aku ingin habiskan ...
-
Rokok dan kopi, aku masih belum paham Obrolan berasap dan wangi sedu hitam Perbincangan lebih lama dalam diam Kau menghisap lalu meneguk ...
-
20 tahun lebih 2 bulan lebih 2 hari terhitung kembali titik yang berulang aku punguti ingatan-ingatan satu per satu hingga menjelma me...
-
Apa kabar sayang ? Masikah kau selucu kemarin ? Bermain asa di lingkaran kefanaan Masikah kau sehebat kemarin ? Menantang buih...
-
Kekuatanku hilang ketika harapan menghilang Aku tak pernah memaksamu tahu Seperti air yang tak pernah memaksa awan untuk menampun...
-
Aku boleh cerita tentang hujan lagi ? Entahlah aku ingin cerita lagi. Mungkin karena sore ini sedang hujan. Hujan di awal Januari. Disetiap ...
-
Kemarin pagi kita lari Lari dari masalah tentu bukan Ini lari pagi dalam arti sebenarnya Disitu kau mengajariku cara lari Kau aneh Kita ...
-
Ketahuilah aku disini tidak pernah berani untuk beranjak pergi. Bukan masalah kenyamanan yang aku dapatkan. Aku gelisah sepanjang hari. Aku ...
-
Sering pergantian tahun disambut dengan rintik hujan. Sudah tiga kali pergantian tahun akhir-akhir ini sembari hujan menemani. Hujan. Kenapa...
Tentang Diam
- Okta Saputra
- Seorang yang sedang belajar berpetualang. Lahir hari minggu tepat jam 10 pagi. Pengagum senja dan penikmat fajar. Melarikan kesendirian dengan diam. Menyayangi seorang dengan diam.











